Bismillah.

‘afwan mau tanya ustadz.

saya bekera di sebuah pondok. bulan depan akan diadakan studi banding dengan sebuah pondok di kota lain yang akan menempuh 6 jam perjalanan darat. Karena keterbatasan tempat, maka 1 mobil dengan 12 tempat duduk akan di tempati 3 perempuan dan sisanya lakilaki. Menurut rencana, 3 perempuan ini akan mendapat tempat duduk di barisan paling belakang. Pertanyaan saya :

1. bolehkah saya melakukan perjalanan ini tanpa ditemani mahrom saya? rencananya studi banding ini akan dilakukan selama 2 hari.

2. saya pernah mendengar ada sbagian ulama yang membolehkan, selama teman perjalanannya itu bisa dipercaya. (dalam hal ini insha Allah teman perjalanan bisa dipercaya, karena mereka terdiri dari asatidz pondok dan pengelola harian). tapi yang belum saya ketahui, apakah DASAR(DALIL) dari pendapat sebagian ulama ini? (sebagian ulama yang saya maksud disini misalnya adalah DR Abdul Karim Zaidan) ‘afwan, memohon dngan sangat untuk segera dijawab karena mendesak. Jazakumullahu khoyro.

Jawaban:

Assalamu alaikum wr.wb.

Rasul saw: “Janganlah seorang wanita melakukan perjalanan kecuali bersama dengan mahramnya.” (HR Muslim). Hal ini diperkuat oleh banyak hadis lain yang senada dengan redaksi yang berbeda-beda, baik dari segi jarak perjalanannya, maupun lama perjalanannya.

Hanya saja, dalam memahami hadis tersebut para ulama berbeda pendapat:

Ada sebagian ulama yang berpegang pada nas hadis secara lahiriah dengan melarang sama sekali wanita yang bepergian tanpa mahram meskipun untuk haji. Ada pula yang mengecualikan bagi wanita yang sudah tua. Ada pula yang membolehkan jika disertai para wanita mukminah lainnya yang dapat dipercaya. Bahkan ada yang membolehkan meski hanya dengan seorang wanita mukminah.

Dalam hal ini di antara yang membolehkan adalah mufti Mesir (al-Diyar al-Mishriyyah) yang mengatakan bahwa perjalanan yang dilakukan oleh seorang wanita dengan sarana transportasi yang aman lewat jalan-jalan yang aman boleh. entah ia merupakan perjalanan wajib, sunnah, atau mubah sekalipun.

Pendapat tersebut diperkuat oleh Syeikh Mahmud Asyur, mantan wakil al-Azhar. Ia membolehkan safar yang dilakukan wanita untuk berhaji meskipun merupakan haji sunnah dengan syarat ditemani oleh teman-teman wanita yang amanah. entah wanita yang bepergian itu sudah cerai, janda, atau belum menikah. Alasannya, dulu pada masa Rasul saw perjalanan haji banyak hambatan dan bahaya. Karena itu diwajibkan bersama mahram yang bisa melindunginya. Namun menurutnya sekarang kondisi sudah berbeda. Hal itu dilihat dari sarana transportasi dengan pesawat dan disertai jamaah wanita lainnya.

Alasan keselamatan dan keamanan di jalan juga didukung oleh lain. Seperti yang disebutkan oleh Ibn Muflih bahwa Ibnu Taymiyyah berkata, “Setiap wanita boleh berhaji meski tanpa disertai mahram…. Ini selama perjalanannya merupakan perjalanan taat.”

Yusuf al-Qardhawi mendukung pendapat ini dengan dalil Umar ra membolehkan para isteri Nabi saw bepergian untuk haji. Ia mengutus Utsman ibn Affan dan Abdurrahman ibn Auf untuk menyertai. Hal ini tidak diingkari oleh sahabat yang lain. Dalil lainnya adalah riwayat Bukhari dan Muslim yang berbunyi, “Rasulullah SAW bersabda, ”Sebentar lagi wanita yang berada di dalam haudaj (tenda di atas punuk unta) bisa bepergian dari kota Hirah hingga tawaf di Ka`bah. Ia tidak merasa takut kecuali hanya kepada Allah saja.” (HR. Bukhari)

Dalil di atas menurut beliau tidak hanya menunjukkan sebuah realita. Tetapi juga menunjukkan kebolehan wanita bepergian tanpa mahram karena disebutkan dalam bentuk pujian bahwa rasa aman demikian tersebar luas dalam naungan Islam.

Wallahu a’lam bish-shawab. Wassalamu alaikum wr.wb.

dikutip dari : http://www.syariahonline.com/v2/

Leave a Reply

Kategori
Arsip
Pesan Anda

ShoutMix chat widget
Gallery Photo
www.flickr.com
Ini adalah lencana Flickr yang menampilkan foto dan video publik husnan33. Buat lencana Anda di sini.
Free Web Hosting